Day 125 of 366.

Scroll,

Scroll terus,

Hari minggu, hari dimana aku biasanya lebih banyak menghabiskan waktu bersama layar kecil 5,5 inch ketimbang keluar kamar, bersosialisasi dengan manusia lain di lingkunganku. Apalagi di masa pandemi seperti ini, yang mengharuskan setiap kita untuk tetap stay ditempat masing-masing menghindari berkerumun.

Ya, begitu. Bangun tidur mau sahur, nyecroll grabfood. Pas makan sahur nyecroll medsos. Selesai sahur nyecroll medsos. Ba’da subuh, nyecroll lagi. Nyecroll terus sampai hari mulai terang.

Sehari sebelum minggu, emang menjadwalkan untuk memulai hari minggu dengan sedikit bermalas. Eh, kejadian kan nyecroll-nyecrollnya keterusan. Mana kalau udah kayak gitu kadang jadwal kegiatan selanjutnya tuh bisa kegeser, jadi molor, sampai-sampai bisa ketunda. Pernah? Sering!

Hari ini baru denger LevelUp nya bang Bena. Dan ternyata kelakuan auto scrolling itu bisa di brain hack.

Salah satunya solusi untuk berhenti dari hal tersebut adalah Mindfullness. Aku harus segera sadar alias ‘Menyadarkan diri sendiri’ bahwa aku itu sedang nyecroll medsos. Kemudian menanyakan pada diri sendiri…

Apa yang sedang dilakukan?

Sudahkah menemukan apa yang dicari?

Kalau sudah, ayo sadar! Dengan kesadaran dan kebiasaan untuk sadar ini jadi bisa ngerti kapan berhenti, kapan harus menyudahi, agar tidak terhanyut berlarut-larut ke dalam mode auto scrolling.

Yok bisa yok!



-SEEYOUU
When I See You (*)

Nyecroll




Day 124 of 366.

Siang ini pukul 13:46 ada panggilan tak terjawab di gawaiku. Kebiasaanku ngecek jam di gawai membuat aku mengetahuinya. Ya, kalau sedang tidur sangat mustahil dering panggilan masuk akan terdengar oleh telinga ku.

Dengan setengah sadar, aku bergegas, langsung mencoba menghubungi balik panggilan tak terjawab tersebut.

“Halo, baru bangun?”

Tebaknya, seolah mengerti betul akan kebiasaan ini.

“Itu matanya masih merem, melek dulu”

Kok bisa tau kalau mataku masih kriyip-kriyip ya, apa dia sedang memantauku? Atau tiap sudut kamar ini sudah dipasang cctv olehnya? Wah mengkhawatirkan.

“Mau buka pakai apa nanti?...”

“…nggak usah ragu, minta aja!”

Nggak susah sih kalau urusan menu makanan. Dimasakin apa aja ya itu yang dimakan. Nggak banyak mau dan impian makan yang aneh-aneh. Sudah kebiasaan dari di rumah begitu.

Kalau impian yang terlalu tinggi ada nggak dalam hidup ini? Sepertinya tidak ada impian yang terlalu tinggi, mungkin adanya effort dan kepercayaan serta lompatan yang masih rendah untuk sampai ke yang disebut impian itu.

Ketika mau menggapai impian dalam hal karir, bisnis, hubungan atau apapun bentuknya dalam hati pasti ada besitan ‘ah masak iya bisa?’ atau ‘terus gimana, bingung ah’ atau malah ‘mungkin nggak ya’.

Mulai melompat aja sih. Titik.

Kalau masih ragu dengan melompat, mungkin lupa melibatkan Dia.

“Ntar selesai masak aku kesana ya, nganterin ini buat kamu”, lanjutnya dalam obrolan setengah sadarku.




-SEEYOUU
When I See You (*)

Panggilan Tak Terjawab




Day 123 of 366.

Kita tidak pernah sama lagi. Kala bangun pagi bergegas ke kamar mandi lalu beberes dan tergesa-gesa. Karena jam sudah menunjuk pukul 07:18, belum lagi ditambahi pikiran ‘duh jalanannya macet parah nggak ya hari ini’.

Pukul 8:00 dispensasi 15 menit sudah harus mendengar mbak-mbak bernada aneh bilang ‘Terimakasih’ dari mesin absensi jika tidak mau sepanjang hari tersebut dihantui ketidak tenangan.

Kita tidak pernah sama lagi, ya

Sudah lima minggu lebih aku di kamar kost aja karena kantor memberlakukan Working From Home atau wfh. Mulanya cuma sampai dua minggu saja, tapi kemudian diperpanjang dua minggu lagi alias sampai pertengahan April kemarin, dan diperpanjang lagi sampai belum tau sampai kapan.

Sebagian besar orang berdiam di rumah. Bekerja dari rumah, belajar dari rumah, beribadah di rumah selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan sampai hari ini dan dipaksa beradaptasi dengan hal baru itu.

Perubahan kebiasaan sehari-hari itu disertai juga rasa kewas-wasan. Gimana tidak was-was, wong tiap hari seperti dibercandain sama hidup. Kadang dapat berita baik, kadang dapat berita buruk. Tidak sedikit kabar miring, negatif, menakuti dikoarkan media menstrim sehingga jadi kabar lurus yang (seolah)normal. Tidak banyak juga kabar baik, positif, menenangkan di gerilyakan media undergron.

Hari ini bisa tenang, eh besoknya dibikin gundah lagi.

Siang tadi aku ketiduran bangun-bangun bingung sekarang jam berapa, ya. Mau minum air takut belum waktunya jam buka, ngecek handphone ternyata mati kehabisan baterai, dengan sedikit sadar kuputuskan merem lagi.

Sadar atau tidak, pandemi ini telah mengubah cara berpikir dan berprilaku individu. Perlahan tapi pasti pandemi membentuk Normal(yang)Baru.

 . . .



-SEEYOUU
When I See You (*) 

Normal(yang)Baru




Day 122 of 366.

Selamat sampai di Mei, ya

Terimakasih untuk setiap hari terus berlatih mengolah berbagai macam emosi. Berlatih untuk berani menerima akan banyak hal tanpa mengecilkan dan menolak akan hal untuk yang bukan diporsikan.

Hebat! selama ini masih terus bertahan. Bergerak tumbuh bersama untuk berlatih terus memberi, mengasihi. Tidak mendaftar yang terbilang dengan pamrih, diiringi dengki.

Semua tidak gampang, tapi itu sudah kamu lakukan. Dengan tetap tidak berhenti untuk berlatih memeroses, membulatkan kemudian memutuskan, berlaku dan berpikir jujur, tidak berhenti latihan untuk bilang maaf, tolong, terimakasih.


Tetaplah seperti ini, ya. Terimakasih sudah berjuang sampai saat ini.


. . .




-SEEYOUU
When I See You (*)

Catatan


Source image: selular.id

Kemarin, setelah mandi, dah ganteng dan bersiap berburu stok pangan untuk memenuhi nutrisi selama karantina, dapat broadcast-an di GWA kost-an, isinya informasi kalo Kementrian Kominfo dan Kementrian BUMN telah berkolaborasi guna mendevelop sebuah aplikasi untuk tracing, tracking, dan fencing. Aplikasi salah satu ikhtiar yang dikembangkan guna memutus rantai penyebaran dan mencegah pandemi covid-19 di Indonesia.

Karena penasaran gimana cara kerjanya dan gimana model aplikasinya, aku langsung meluncur cek ke playstore, karena daku pengguna android. Dan ternyata udah ada di playstore loh! Coba untuk pengguna iPhone ntar infoin ya udah ada di AppStore apa belum. Aku mau ngecek tapi gapunya iPhone :). Oiya, search di playstore dengan keyword,


PeduliLindungi


Nah, setelah berhasil nginstall aku langsung coba buka aplikasinya. Muncul flashscreen nya, terus ada pengenalan singkat si aplikasinya dengan fitur-fiturnya. Kalo udah dibaca dengan seksama langsung pencet ‘Jadi Partisipan’ aja.

        




Dan iyak betul, aplikasi ini akan bekerja sangat powerfull jika kita masing-masing saling bekerjasama. Saling peduli dan partisipasi masing-masing kita untuk saling membagikan data lokasinya saat bepergian keluar rumah.

         
Screen login

Nah, setelah itu diarahkan buat ngisi nama lengkap masing-masing dan nomor handphone yang aktif ya, jangan yang dalam masa tenggang. Kalo udah lengkap ngisinya pencet tombol ‘Kirim OTP’, ntar lanjut ke screen verifikasi OTP terus kalo udah masukin one-time password nya pencet Tombol Verifikasi.
          
Screen verifikasi

Screen persetujuan, ada tiga point penting yang perlu dibaca dan dipahami dengan saksama. Kemudian kalau udah setuju, pencet tombol ‘Saya Setuju’.
          
Screen persetujuan

Lalu izinkan aplikasi untuk mengakses bluetooth dan akses lokasi dengan mengaktifkan gps. Ketika ada gawai lain yang terdaftar di sistem PeduliLindungi maka akan ada pertukaran id anonim yang akan direkam oleh masing-masing gawai tersebut.
          
Nofication

Pastikan keluar kaya gitu di notif nya, itu bearti aplikasinya sedang running.
          
Screen home

Ini tampilan screen home nya. Ada keterangan update terakhir dengan warna hijau kalo sedang di tempat yang aman.

Setelah mengeksplore PeduliLindungi, aku melanjutkan jihad untuk berburu stok pangan ke luar dengan starter pack lengkap. Topi, jaket, celana panjang, masker.

Pas di tempat belanjaan, sambil nunggu mbak kasir nge-scan barang belanjaan, aku buka handphone lalu muncul gini,
          
Red zone alert

Yak si PeduliLindungi ngasih tau kalo aku sedang berada di zona merah, terus kalo udah sekitar 30 menitan di tempat yang masuk zona merah aplikasi ini akan ngasih tau lagi. Cakep!

Terimakasih developer dan tim.



-SEEYOUU
When I See You (*)

Peduli, Lindungi



Tertidur di kelas difoto temen @faizbnwpic

Saat tulisan ini diketik semua masyarakat sedang berada dalam karantina mandiri karena berlakunya psbb akibat pandemi covid-19 yang melanda seluruh dunia.

Hari ini jumat, bertepatan dengan hari libur Jumat Agung. Aku seharian tidak bisa beranjak lepas dari tempat tidur. Sesekali tersadar tapi pengen merem terus terusan, bukan tanpa alasan.

Aku orang yang pendiam, itu yang aku rasa. Sebagian besar orang-orang di lingkungan ku sepakat begitu juga. Kata orang-orang enak kalau jadi orang yang pendiam sepertiku. Banyak hal yang bisa dipikirin dan dirasakan tanpa ada konflik dengan yang lain.

Ya, hal yang biasa bagiku sampe 10 tahun mungkin, tapi semakin kesini kerasa juga, capek.

Hhmm, emang aku nggak terbiasa terbuka dan cerita kepada orang lain. Juga dengan orangtua sendiri. Setiap masalah ya akan menjadi masalahku sendiri, bisa jadi aku selesein atau kabur menjauh dari hal itu. Hari-hari seperti itu rasanya selalu panjang, rasanya selalu tenggelam disaat orang-orang lain hanya ngeliat biasa aja. Seakan baik-baik aja.

Terkadang aku nggak bisa beranjak dari kasur tanpa ada pemantik yang membawaku kuat untuk berdiri dan keluar beranjak dari tempat tidur. Di hari tersebut itu rasanya sudah nggak ada artinya, yang dipikirkan cuma pengen sudah. Mati.

Dan menjalani hari cuma dengan pikiran “yang penting hari ini terlalui”. Udah gitu aja.

Rasa sesak yang sudah berlarut-larut dirasain lama-lama menjadi biasa. Mentoleransi rasa resah cuma agar terlihat normal di hadapan orang lain. Dipaksa dan diharap selalu ‘baik-baik saja’ oleh semuanya. Di saat sebenarnya sedang teriak-teriak di dalam kepala dan pengen gebuk-gebukin muka sendiri, jambakin rambut, dan nangis-nangis sendiri.


YA TUHAN, CAPEK BANGET!


Kalau melihat ke belakang dan melihat atas semua hal yang aku lakuin agar terlihat ‘normal’. Aku akan mengaku, aku sakit hati. Nutup-nutupin banyak hal dan seolah sedang tidak ada apa-apa.

Umb, akhir tahun lalu akhirnya aku mencapai titik dimana aku memberanikan bercerita ke orangtuku dan mencoba seada-adanya.

Aku bercerita, di hadapanku bapak dan di samping kananku ibu. Di tengah bercerita suaraku mengecil dengan sendirinya, aku nggak mampu untuk mengeluarkannya lebih keras lagi, sampai bapak harus mendekatkan telinganya tepat di dekat bibirku agar bisa mendengar lanjutan ceritaku.

Disitu ibu mendekapku, memeluk dan dia bilang,
“Pancen gung wayahmu, le. Sok lek wes wayahmu yo teko”




-SEEYOUU
When I See You

Jumat Agung