Merupakan sebuah idiom. oke stop. Kita sepakatin dulu apa itu idiom, ya
Kalau kata wikipedia, Idiom adalah ungkapan khas yang tidak dapat dijelaskan secara logis atau gramatis, tapi menambah keindahan, pesona, dan daya tarik suatu bahasa.
Hah??? nggak mudeng
Jadi idiom itu serangkaian kata yang artinya tidak bisa diartikan secara harfiah, namun mewakilkan ekspresi tertentu yang tersirat di dalamnya.
“We’ll cross the bridge when we come to it”
We’ll cross the bridge, kita akan menyeberangi jembatan.
When we come to it, ketika kita sampai kesana (di jembatan itu).
Di kalimat We’ll cross the bridge ini kita tau bahwa fokusin pikiran pada apa yang sekarang sedang dilewati serta nikmati momennya. Nikmati proses jalannya. Tidak perlu overthinking, terlalu mengkhawatirkan next eventnya nanti bakal seperti apa dulu, yaitu ketika sampai di jembatannya.
Itu juga dilanjutin pada kalimat when we come to it.
ketika sampai disana.
Ketika sampai di jembatan, baru kita pikirkan apa dan bagaimana yang akan dilakukan untuk lewati jembatan ini. Fokus dan all outnya sekarang dikeluarin disini.
-SEEYOU
When I See You(*)
Idiom
Day 331 of 365.
Buat yang tertarik baca ini kemungkinan besar udah ngerasain banyak tuntutan hidup. Sudah jadi bahan banding-bandingan atau malah sudah ngebandingin diri dengan orang lain. Lirik kanan kiri ada aja teman kita atau mungkin influencer panutan kita yang kaya misalnya Maudy Ayunda, Gita Sav, dan sebagainya yang berhasil mencapai semua dengan sangat amat perfect. Terus mulai deh ngerasa stres, overthinking, gak bahagia.
“Tamat sekolah harus kuliah di universitas yang bagus mungkin harus di luar negeri, lulus kuliah harus tepat waktu atau lebih cepat, klar kuliah gak boleh lama-lama nganggur harus langsung dapat kerja, kalo bisa PNS lah / ASN / IDAMAN ORANG TUA & MERTUA, atau di perusahaan gede multinasional dan kalo bisa juga habis itu langsung nikah, bikin rumah beli mobil, ini itu ini itu”. Buanyak banget lah, udah banyak berat juga.
Apa gak bisa ya hidup biasa-biasa aja dan tetap bahagia gitu ? tulisan ini berargumen tentang hidup biasa aja, gak extra ordinary tapi poinnya tetap bahagia.
Itu juga adalah filosofi yang dibahas sama Alain de Botton, beliau seorang filsuf modern, penulis 12 buku best seller, sering ngisi acara di TEDTalk, dan punya kanal youtube yang ngebahas kehidupan. Cek aja. Dia jabarin tentang gimana caranya buat hidup bahagia meskipun kita menjalani hidup yang biasa aja.
Pak Alain ini ngebahas tuntas tentang gimana cara mencapai kebahagiaan meskipun kita ngejalanin hidup yang biasa aja, istilah kerennya Ordinary Life. Pak Alain ini juga bilang, dari yang aku baca, ada 3 masalah besar yang terjadi di masa kini.
Snobbery
Di bahasa kita sering nyebutnya congkak / semacam sombong. Kecongkakan ini ada kaitannya dengan zaman modern masa kini yang makin materialistik. Misal ya, kalau ketemu orang baru atau orang lama yang sudah bertahun-tahun gak pernah ketemu atau meetup lah ya istilah kerennya, pertanyaan paling umumnya adalah kerja apa? kerja dimana? atau kuliah dimana?. Nah, pertanyaan seperti itu kalo kata Pak Alain adalah salah satu bentuk sifat congkak di dunia modern.
Tapi kalau di sirkel / kalcer ku sih sepertinya hal semacam itu sudah ada dari zaman kakek nenek ku ya, cuma mungkin melihatnya dari power keluarganya atau keturunan. Kayak anaknya siapa? Oh Pak yang tiap tahun berangkat haji itu ya. Kalo sekarang, kerjanya apa? Oh bagus PNS ya, pinter, berbakti ke orangtua bla bla bla.
Pernah gak(mungkin)kalo yang kerjaannya bagus banyak orang yang ngerasa orang itu berhak dapat perhatian dari mereka-mereka kalau misalnya gak ya udah ketika ‘Oh cuma pegawai ini doang’ ya cuman gitu aja terus diabaikan.
Atau kadang kita suka munafik sih ya. Kadang kita bilang kita gak suka-suka banget sama orang yang statusnya tinggi tapi kalo ketemu mah tetep aja pengen bikin mereka tuh suka sama kita atau kayak kita pengen deket-deket, minta buat foto-foto bareng mungkin. Nah, itu snobbery.
Tapi hal kayak gitu akan selalu masih ada, Kita sebagai manusia yang memang punya semacam kebutuhan untuk ini karena kita memang pengen punya status sosial yang tinggi meskipun cuma lebih tinggi sedikit dibandingkan orang di sekeliling kita. Makanya banyak orang yang mamerin status, mamerin kerjaan, mamerin harta benda. Itu menurut Pak Alain karena kita butuh pengakuan akan status sosialnya.
Rasa Kasih Sayang
“Kebanyakan dari kita mungkin kurang rasa kasih sayang” Kata Pak Alain sih gitu. Rasa yang ini bukan yang berarti jomblo, tunasmara atau istilah yang lainnya. Literally sesimple, banyak dari kita yang kekurangan sosok yang nerima kita apa adanya. Mereka yang nerima kita walau pekerjaan kita ‘gak OK’, yang nerima kita atas diri kita atau status kita yang biasa aja kalo dibandingin orang lain. Bahkan kadang orang tua kita aja ngebandingin-bandingin. Iya gak sih?
Dari rasa kasih sayang yang gak dikasih itu kita akhirnya nyoba buat bikin orang yang sebenarnya pendapat mereka itu gak penting-penting banget dan kita gak kenal-kenal banget sama mereka, kita pengen bikin mereka kagum aja. Nah, hal itu juga yang sering bikin kita ngebanding-bandingin diri dengan teman kita yang rasanya lebih sukses dan akhirnya kita ngerasa gak berguna. Terus ketika kita mendapat penghargaan atau reward apa gitu, segampang itu untuk langsung posting ke media sosial biar ngerasa berharga, biar kita diterima sama orang.
Atau kayak resepsi yang megah nan mahal, beli kendaraan yang ‘wah’ gitu ya. Yang itu semua mungkin sebenarnya dia gak butuhin tapi bisa jadi karena kurang kasih sayang itu tadi. Nah menariknya nih, orang yang terlalu banyak buat ngabisin waktu untuk nyari pamor sama status biar bikin orang lain kagum itu terjadi karena mereka gak nyaman sama diri sendiri.
Meritokrasi
Kalo menurut Wikipedia, itu memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan. Ya intinya orang yang usaha lebih banyak itu dia bakal dapat reward lebih banyak. Meritokrasi ini ngasih gambaran bahwa ya kalo mau sukses ya kerja kerja kerja dengan bener gitu ya. Smart Work Hard Work.
Misal cerita orang kaya di luar sana, Jeff Bezos yang awalnya ngabangun Amazon dari garasi, dari tempat kerja yang kecil sampai akhirnya bisa punya kekayaan miliyaran bahkan triliyunan. Bisa jadi karena dia memang berhak buat sukses karena dia memang udah usaha keras jadi ya gara-gara usaha hasilnya kayak gitu.
Tapi, sistem Meritokrasi juga memberi implikasi kalo kamu gagal ya berarti emang kamu berhak gagal, karena emang kamu tolol gitu ibaratnya. Kalo usahamu gak sukses ya itu karena salahmu, emang kamu berhaknya untuk menjadi miskin berada di bawah. Nah, itu juga sebenarnya yang bikin kegagalan jadi hal yang sangat menyeramkan.
Pandangan seperti itu aku setuju aja sih, ya untuk kita harus ambil tanggungjawab, misal kalo miskin ya dibandingkan ngeluh nyalah-nyalahin yang lain lebih baik kerja. meskipun padahal kadang-kadang kegagalan itu bisa terjadi karena banyak faktor lain bukan hanya faktor kita doang. Dan seringnya kita dapat judgement dari orang-orang ketika kita gagal.
Ketiga masalah ini yang membuat banyak orang ngejar kesuksesan materialistis dan kesuksesan lain sebagainya tanpa benar-benar menikirkan makna melakukan semua ini itu untuk apa / untuk apa? Atau bisa tanya ke diri sendiri emang ngelakuin semua hal ini itu buat apa?
Sebenarnya ya masa sekarang itu adalah masa dimana hidup biasa aja tuh nyaman banget dibandingkan masa-masa sebelumnya. Tapi ntah kenapa dengan banyaknya hal yang dikasih ke kita, di masa kini kita malah ngerasa banyak hal gak cukup gitu buat kita. Padahal menurut Pak Alain lagi nih ya, “Menjalankan hidup biasa aja itu sebenarnya juga luar biasa yang kadang kita suka gak sadari.”
Aku mengamini sih setelah dapat cerita dari masa-masa muda orang tuaku dan cerita masa produktif-produktifnya kakek-nenek ku di zaman dulu.
Lalu, bukan berarti kalo punya ambisi itu jadi jelek ya, kalo emang kamu pengen hidup yang extraordinary yaudah. Bagus. Kayak buat berusaha ngincer universitas yang bagus. Berusaha untuk mengabdi pada negara, nyari uang yang banyak. Tapi, jangan lupa sih untuk coba lihat lagi sebenarnya kamu ngelakuin itu buat apa?
Pada akhirnya hidup bermakna itu bukan datang hanya dari barang, bukan dari fashion style, bukan datang dari pekerjaan tapi juga muncul dari berbagai macam hal yang gak bisa dibayar sama uang kayak ngebangun hubungan dengan orang lain(networking), mengapresiasi hal kecil sekitar, atau kebebasan untuk ngelakuin apapun tanpa takut dijudge orang.
-SEEYOU
When I See You (*)
Apa Salahnya Menjadi Biasa
Saat tulisan ini diketik menggunakan keyboard Xiaomi MIIIW, waktu menunjukkan pukul 2 dini hari. PPKM Level 4 Episode II sedang memasuki hari-hari terakhir. Sudah mulai ingin mengeluarkan isi kepala yang semakin ditahan makin ganggu.
Ini sebuah cerita legenda tua dari dunia sihir. Seorang master dalam trik melarikan diri, namanya lebih dikenal sebagai Harry Houdini.
Houdini sangat mahir dalam melarikan diri dari penjara manapun. Semua penjara di dataran Amerika bahkan di Eropa pernah dijebol sama Houdini. Kala itu di tournya Houdini menyambangi salah satu penjara, doi masuk ke dalam sel penjara dengan pakaian yang dikenakannya dan menjanjikan akan keluar dari sel penjara dalam satu jam. Namun, pihak penjara memberi batas waktu 2 jam untuk Houdini keluar dari dalam jeruji besi.
Dengan sangat percaya diri Houdini berjalan masuk ke dalam sel penjara dan sipir penjara menutup dan menggembok jeruji besi tersebut.
Setelah di dalam, hal pertama yang Houdini lakukan adalah melepas outwear yang dikenakannya lalu melepas ikat pinggang dan mengeluarkan sepotong baja sepanjang 20 cm yang doi sembunyikan di dalam ikat pinggangnya. Sepotong baja yang sangat kuat namun sangat lentur. Dari itu Houdini mulai bekerja, doi mulai mengkorek-korek gembok pada pintu jeruji besi tersebut.
Waktu berjalan 30 menit, kepercayaan diri yang dimiliki Houdini ketika masuk sel penjera tersebut mulai menghilang. Gugup, keringat kepanikan perlahan mengikis rasa percaya dirinya. Tepat di satu jam seperti yang dijanjikan Houdini, bahwa doi bisa keluar ternyata doi malah bermandikan keringat dan masih di dalam sel penjara. Pada batas waktu 2 jam Houdini kalah. Jatuh! Berhadapan dengan pintu sel penjara tersebut.
Ketika Houdini terjatuh, kemudian terbuka. Yang terbuka karena pintu sel penjara itu sebenarnya tidak dikunci oleh sipir yang memasukkan Houdini ke dalam sel penjara 2 jam yang lalu.
Namun, sudah terlanjur pintu itu terkunci dengan sangat rapat di dalam pikiran Houdini. Karena doi tau itu penjara paling ketat dan nomor satu tingkat keamanannya di dunia.
The mind is powerful!
Seberapa
banyak pintu hidup yang menurut kita terkunci, tetapi sebenarnya tidak?
Berapa
kali terjebak di dalam penjara mental soal overthinking?
Ketika tidak ada musuh di dalam, musuh di luar tidak akan membahayakan. Pikiran kita masing-masing adalah yang paling kuat yang pernah kita hadapi sebenarnya. Pikiran akan memberi tau kebohongan. Pikiran akan memberi tau ini tidak bisa dilakukan! Aku tidak ditakdirkan untuk itu! Aku payah untuk hal tersebut! Ini tidak bisa diteruskan! Aku tidak memiliki energi untuk ini!
Mereka tidak sepenuhnya salah, berterimakasih pada pikiran tersebut dan melanjutkan apa yang sudah dimulai dan sedang lakukan.
Seperti yang ditunjukkan Houdini pada cerita di awal tulisan. Satu-satunya pintu terkunci yang ada, adalah di dalam pikiran kita masing-masing. Pintu-pintu dalam kenyataan di luar sana selalu terbuka lebar. Always!
Dan yang harus dilakukan adalah berjalan melalui pintu-pintu tersebut!
(*)
Di Penjara Masing-Masing
Tulisan ini sudah direncanakan untuk diposting kurang lebih dua minggu yang lalu. Nyatanya? selesai diketik dan dirampungkan sampai di posting baru pada hari ini.
Teruntuk kalian yang sudah pernah merasakan hal semacam kasus yang aku alami diatas, selamat datang! engga engga bercanda
Selamat datang, semoga masih betah membaca. dibawah nanti aku mau coba menuliskan tentang kasus yang aku alami seperti yang ada di paragraf awal postingan ini. Gimana? Lanjut?
Oke lanjut!
Ya, karena menyusun kerangka ini aku cuma biarkan tetap membayangkan di kepala saja sampai benar sempurna sebelum aku tuangkan ke google document dengan segala harapan kesempurnaan yang aku bayangkan tadi.
Terlena. Ya, kadang --aku, kamu, kita sangat mudah terlena saat mencoba menyusun rencana agar optimal sebagai perubahan untuk kesempurnaan. Misal, cara paling cepat menaikkan kunjungan blog, apa platform terbaik untuk dijadikan tempat menawarkan jasa freelance atau gini biasa kalimatnya ’biasanya kalian kalau freelance yang enak dan mudah itu dimana?’, ide usaha sampingan apa yang cepat menghasilkan.
Pendekatan-pendekatan tersebut yang sering kali aku jangkau, terbesit pertama kali, di kepala.
Terlalu berfokus memikirkan pendekatan terbaik sehingga tidak pernah sampai beraksi. Pepatah Italia mengatakan ‘the best is the enemy of the good’. Istilah dari seorang penulis bernama James Clear adalah in motion dan action. Ketika in motion, saat membuat rencana, membuat strategi, membicarakan gagasan-gagasan. Hal yang baik, tetapi tidak memproduksi hasil. Namun, action lah perilaku yang memberikan hasil.
In motion tidak memberikan hasil, lalu mengapa seringkali --aku, kamu, kita melakukannya?
Kadang kala melakukan in motion memungkinkan kita merasa seolah-olah kita mendapat kemajuan. merasa sudah mengerjakan sesuatu itu. Padahalkan, sesungguhnya hanya bersiap untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Nah, ketika persiapan ini menjadi semacam cara atau upaya menunda, ada yang perlu diubah disitu.
Kayak kasus dibawah ini, sebuah persiapan yang menjadi akal-akalan untuk menunda.
Pikirku adalah dengan menyusun kerangka tulisannya biar menjadi sempurna dulu. Mengumpulkan sebanyak-banyaknya gagasan untuk artikel ini, yang pada akhirnya, justru aku hanya sedikit bisa menunjukkan bukti-bukti usaha untuk menjadikan tulisan ini sebuah artikel utuh yang akan bisa dibaca pada blog. In motion doang gak bikin kelar!
Padahalkan hanya perlu untuk sungguh duduk, membuka laptop, dan mulai menulis artikel ini. Have to action!
Pertanyaan buat kalian. Gimana kalian melaksanakan beberapa gagasan-gagasan, atau bahkan project-project pribadinya kalian? Apakah berada di in motion sampai dirasa selesai baru lanjut ke action? apakah in motion sedikit jalan action, in motion dikit jalan action?
Hanya ingin tau aja. Senang sekali kalau mau berdiskusi asik di kolom komentar.
Bergerak bertindak
Day 62 of 365.
Perdebatan kaum ‘suka banget aku ngelakuin ginian, passion aku ini’ versus kaum ‘ngelakuin kayak gitu, menghasilkan duitnya? posan passion!!’ tidak akan pernah menemukan ujungnya dunia penganut bumi datar maupun bumi bulat. Karena ya akan terus sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia...
Jangan sambil nyanyi~
Kalau memang suka, otomatis diri kita. Kita? aku aja kali. oke. diriku ini akan semangat ngulik apa yang aku suka tersebut. Karena udah suka, semangat nguliknya ujungnya ya akan lebih cepet bisa atau bahkan bisa lebih jago dari rerata.
Lah dulu kenapa pada mata pelajaran yang gak maksimal disitu aku effort sekali mengikuti bimbel buat naikin nilai pelajaran tersebut sih ya, hahaha
Penyesalannya tidak perlu terlalu dalam, karena juga sistem edukasi mendukung begitu kan ya *disclaimer* di pengalaman yang aku rasakan adalah memperbaiki kelemahan daripada menggaungkan kekuatan.
Coba aja tenaga dan waktu yang terpakai tersebut untuk ngembangain plus menyupermaksimalkan mata pelajaran yang jelas-jelas aku suka disitu.
Posan pesyen posan pesyen terus! ngelakuin apa yang disuka tanpa peduli dapet duit gitu?
Hahahaha… Wkwkwkwk.... Ckckckck...
Sering sekali passion itu diartikan begini. Lucu memang kita. Eh sorry ngga kita. aku.
Aku juga suka kejebak dibias yang seperti ini. Pokok’e kalau sudah fokus cari duit berarti mengorbankan apa yang disukai, menumbalkan passion, khusyu’ ngerjain apa yang tidak disuka. Kata rangorang biasanya “tuntutan kerjaan”.
Padahalkan belum tentu “alias / atau” selalu pasti dipake. Menjadikan seolah-olah pilihan kalau yang sisi kiri tidak boleh di sisi lainnya juga. Skopnya lebar tau!
Based on my personal experience, beberapa pekerjaan pertama waktu itu pada dasarnya 79,9% cari duit buat kebutuhan makan + jajanin stok gorengan untuk diriku sendiri karena sudah tidak dapat BLT (Bantuan Langsung Tunai) dari Kemenkeu RT (Kementrian Keuangan Rumah Tangga a.k.a ibuk)
Tetapi apakah kemudian sikat semua kerjaan diambil? Apakah aku tidak comfy dengan season kala itu?
Tidak juga.
Kerja jadi sales sebuah merk kendaraan bermotor untuk industri, karena duitnya bisa untuk memenuhi dompet yang sudah lama jadi kopyah. Duitnya lumayan. Terus seratus persen dari pekerjaan ini lantas aku suka? Tidak. hahaha
"Tidak ada yang namanya pekerjaan yang sempurna, kecuali aku membuatnya sendiri". Kutipan kata seorang bijak dari mesin pencarian google.com
Mana paham aku babagan per-otomotif-an apalagi onderdil-onderdilnya. Orangnya ngga jago ngomong, tidak suka dealing ruwet apalagi dengan stranger, mengurusi faktur, dealing dengan bagian bengkel, kudu ngetes kondisi motor bau bahan bakar lanjut bertemu customernya kudu bau parfum, hal tersebut rumit sekali bagiku.
Tetapi ya tetep aku kerjain, soalnya masih ada kepingan proses yang aku suka dan make money.
Seiring jalannya waktu, aku bersyukur perlahan-lahan dapat mengurangi angka 79,9% serta membalikkan porsinya dan menambah 0,1% menjadi 80%. Cuma tetep aja kan ada porsi 20% yang aku kurang suka, but that’s fine.
Mungkin aja kan 20% tersebut yang aku perlukan untuk tetap bertumbuh.
Bisa jadi waktu kerja di otomotif seperti cerita di atas itu juga ada passionku disana, hanya saja dengan kadar yang berbeda. ada temponya memprioritaskan duitnya dulu, ada timelinenya bisa ngelakuin keduanya berjalan berbarengan. Seimbang.
Tetapi seimbang Anda dan saya tentu tidak sama bukan?
-SEEYOUU
When I See You (*)
Never Ending Debate, Passion atau Do it?
Jadi, aku cari beberapa foto orang-orang tersebut dan bikin komuknya jadi tua. Mungkin sekitar 30 tahunan kedepan…
Bagemana menurut kamu, gaes?? Menggemaskan yaa 🤣🤣🤣
30 Tahun Kemudian..
Personil Mocca |
Di korea beberapa dari single Mocca dipakai buat soundtrack film-film drama korea dan beberapa iklan TV di korea. Kece banget ya! Gak digembar-gemborin di negeri sendiri malah jadi favorit di negeri orang.
Dikenal di Negeri K-POP
"Ini bukan cuma bagaimana memimpin sebuah klub di sekolah atau mendapatkan gelar pemimpin yang membuat orang terkesan, Namun lebih pada kemampuan seseorang dalam menaiki tahap berikutnya dan menjadi pemimpin saat diperlukan."
Cara Google Rekrut Karyawan
desain by |
Terkapar
Terhimpit
Dan tak bisa sedikit bergerak
Kukuhkan
Kuatkan
Hatiku yang mulai berontak
Tenang
Tenang
Ingin aku tenang
Teruslah mencengkerami hari
Teruslah menarik dengan janji
Sampai terdampar di ruang sempit
Tetap ku kan menunggu
Bertanya
Dan menjawab
Dan tak ada satu pun celah
Untuk kukuhkan
Untuk kuatkan
Untuk hatiku yang mulai berontak
Tenang
Tenang
Ingin aku tenang
Teruslah mencengkerami hari
Teruslah menarik dengan janji
Sampai terdampar di ruang sempit
Tetap ku kan menunggu
Menunggu langit kelam
Menunggu bintang terang
Teruslah mencengkerami hari
Teruslah menarik dengan janji
Sampai terdampar di ruang sempit
Tetap ku kan menunggu