image dari pexels.com

Day 62 of 365.

Perdebatan kaum ‘suka banget aku ngelakuin ginian, passion aku ini’ versus kaum ‘ngelakuin kayak gitu, menghasilkan duitnya? posan passion!!’ tidak akan pernah menemukan ujungnya dunia penganut bumi datar maupun bumi bulat. Karena ya akan terus sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia...

Jangan sambil nyanyi~

Kalau memang suka, otomatis diri kita. Kita? aku aja kali. oke. diriku ini akan semangat ngulik apa yang aku suka tersebut. Karena udah suka, semangat nguliknya ujungnya ya akan lebih cepet bisa atau bahkan bisa lebih jago dari rerata.

Lah dulu kenapa pada mata pelajaran yang gak maksimal disitu aku effort sekali mengikuti bimbel buat naikin nilai pelajaran tersebut sih ya, hahaha

Penyesalannya tidak perlu terlalu dalam, karena juga sistem edukasi mendukung begitu kan ya *disclaimer* di pengalaman yang aku rasakan adalah memperbaiki kelemahan daripada menggaungkan kekuatan.

Coba aja tenaga dan waktu yang terpakai tersebut untuk ngembangain plus menyupermaksimalkan mata pelajaran yang jelas-jelas aku suka disitu.

Posan pesyen posan pesyen terus! ngelakuin apa yang disuka tanpa peduli dapet duit gitu?

Hahahaha… Wkwkwkwk.... Ckckckck...

Sering sekali passion itu diartikan begini. Lucu memang kita. Eh sorry ngga kita. aku. 

Aku juga suka kejebak dibias yang seperti ini. Pokok’e kalau sudah fokus cari duit berarti mengorbankan apa yang disukai, menumbalkan passion, khusyu’ ngerjain apa yang tidak disuka. Kata rangorang biasanya “tuntutan kerjaan”.

Padahalkan belum tentu “alias / atau” selalu pasti dipake. Menjadikan seolah-olah pilihan kalau yang sisi kiri tidak boleh di sisi lainnya juga. Skopnya lebar tau!

Based on my personal experience, beberapa pekerjaan pertama waktu itu pada dasarnya 79,9% cari duit buat kebutuhan makan + jajanin stok gorengan untuk diriku sendiri karena sudah tidak dapat BLT (Bantuan Langsung Tunai) dari Kemenkeu RT (Kementrian Keuangan Rumah Tangga a.k.a ibuk)

Tetapi apakah kemudian sikat semua kerjaan diambil? Apakah aku tidak comfy dengan season kala itu?

Tidak juga. 

Kerja jadi sales sebuah merk kendaraan bermotor untuk industri, karena duitnya bisa untuk memenuhi dompet yang sudah lama jadi kopyah. Duitnya lumayan. Terus seratus persen dari pekerjaan ini lantas aku suka? Tidak. hahaha

"Tidak ada yang namanya pekerjaan yang sempurna, kecuali aku membuatnya sendiri". Kutipan kata seorang bijak dari mesin pencarian google.com

Mana paham aku babagan per-otomotif-an apalagi onderdil-onderdilnya. Orangnya ngga jago ngomong, tidak suka dealing ruwet apalagi dengan stranger, mengurusi faktur, dealing dengan bagian bengkel, kudu ngetes kondisi motor bau bahan bakar lanjut bertemu customernya kudu bau parfum, hal tersebut rumit sekali bagiku.

Tetapi ya tetep aku kerjain, soalnya masih ada kepingan proses yang aku suka dan make money.

Seiring jalannya waktu, aku bersyukur perlahan-lahan dapat mengurangi angka 79,9% serta membalikkan porsinya dan menambah 0,1% menjadi 80%. Cuma tetep aja kan ada porsi 20% yang aku kurang suka, but that’s fine.

Mungkin aja kan 20% tersebut yang aku perlukan untuk tetap bertumbuh.

Bisa jadi waktu kerja di otomotif seperti cerita di atas itu juga ada passionku disana, hanya saja dengan kadar yang berbeda. ada temponya memprioritaskan duitnya dulu, ada timelinenya bisa ngelakuin keduanya berjalan berbarengan. Seimbang.

Tetapi seimbang Anda dan saya tentu tidak sama bukan?




 -SEEYOUU

When I See You (*)

Never Ending Debate, Passion atau Do it?

kacamatabintang-blogspot


Beberapa waktu lalu, aku pergi ke kantor N*T. Semestinya pergi kesananya itu ramean bareng teman-teman, cuma pagi itu mataku berat sekali untuk hanya sekedar terbuka dan gravitasi kasur yang sedang besar. Jadinya, aku bangun melewati jam keberangkatan kereta yang harusnya mengantarkan kami untuk sampai ke tempat tujuan.

Ya, karena kereta tidak seperti kamu yang kalau ditanya mau makan dimana jawabnya terserah. Yaudah aku ditinggal. tut...tut...tutt…. Mau berangkat jam berapa? Terserah... Kan tidak mungkin begitu kalau kereta mah

Akhirnya aku menyusul menggunakan bus tayo, dia bis kecil ramah. Melaju, melambat tayo selalu senang~…

Menikmati sepanjang perjalanan membuat aku merasa kok cepet banget tiba-tiba sampai terminal pemberhentianku.

Seusai turun dari bus tayo, aku bergegas mengarah ke pintu keluar terminal dan sedikit menjauh dari area terminal untuk memesan ojek online. Kebiasaanku memesan ojol selalu begitu.

Aku jelaskan ancer-ancer lokasi jemputku dengan harapan untuk memudahkan mencari keberadaanku.

Mas ojolnya berhasil menemukan keberadaanku dan mengkonfirmasi apakah benar aku yang memesan. 

Setelah terkonfirmasi, Mas-nya langsung mengambilkan helm yang tersimpan di dalam jok motornya.

Mas ojolnya sambil menyodorkan helm, “Ini mas helmnya silahkan dipakai”

Aku jawabin sambil nerima helmnya, “Terimakasih. Saya pakai ya”

Diperjalanan mas ojolnya membuka omongan dan nanya, “Ini mas dari mana? dan mau kemana tujuannya? Alhamdulillah ini saya nyantol di mas. Kemarin-kemarin saya sepi sekali, mas. Ngga ada yang nyantol”

Pas mesan ojol ini tujuanku emang tidak langsung ke kantor N*T, aku mampir ke tempat makan dulu, karena teman-temanku yang berangkat duluan dengan kereta tadi juga sudah menungguku sambil makan siang disana. 

Dan memang akhir-akhir ini sering hujan lebat, jadi mungkin orderan yang masuk ke masnya juga jarang.

Aku jawabin, “Ohiya alhamdulillah, mas. Semoga setelah ini banyak yang nyantol, mas. Ini saya dari Kediri. Nanti mau ke kantor N*T, mas. Ada acara disana”

Si mas ojolnya nimpalin, “Oh istri saya dari Nganjuk, mas. Kalau saya asli sini”

Belum sempat aku bertanya si mas ojolnya melanjutkan, “Dulu saya bertemu istri saya itu juga karena ojol ini, mas”

Terus aku yang penuh rasa penasaran bertanya, “Wah iya ya? Ceritanya bagaimana itu, mas?”

Si mas ojol memulai kisahnya, “Dulu pertama kalinya itu istri saya ini pulang dari pabrik dia memesan ojol. nyantollah di saya orderannya”

lanjutnya, “Waktu itu juga hujan deras, mas. Saya iba juga, katanya dia udah order beberapa kali tapi ngga ada yang mau nerima orderannya. akhirnya nyantol di saya. Yaudah saya ambil aja, mas. Wong rejeki.”

Terus aku nyeletuk, “Sampean bisa sampe kesemsem gimana itu, mas?”

Dia jawabin, “Saya juga ngga tau ya, mas. Waktu saya nganterin pertama kali itu saya ngerasa beda gitu rasanya. Terus akhirnya saya mintain nomor dia, mas. Setiap hari saya nawarin buat jadi penumpang langganan. Jadi setiap sore jam pulang pabriknya dia, saya matikan aplikasi biar ngga ada orderan masuk, mas. Soalnya saya ada jadwal buat nganter dia pulang dari pabrik”

Aku timpalin, “Wih sangar, mas”

Dia lanjutin, “Iya itu jalan sampai setahunan lebih, mas. Terus karena saya sudah makin nyaman, saya ngajak ke dia buat lebih serius untuk berumah tangga. Sekarang sudah ada si kecil, mas. Baru 7 bulanan kemarin.”

Aku yang turut bahagia mendengarnya dan refleks merespon, “Wih selamat, mas. Semoga lancar-lancar semuanya kedepan”

Tak terasa tiba-tiba nyampe aja ke tujuanku. Mas ojolnya menghentikan laju motornya, “Betul yang ini tempatnya ya, mas?”

Aku menyauti, “Iya mas bener kayanya. Itu ada teman-teman saya disana”

Belum sempat aku mengucap terimakasih mas ojol lebih dulu bilang, “Terimakasih mas, maaf kalau saya tadi banyak ngomong”

Sambil aku lepas helm dan mengembalikan ke mas ojolnya aku jawabin, “Iya samasama, mas. Harusnya saya yang terimakasih sudah dianterin sampai sini diceritain banyak juga”

Aku tersenyum-senyum sendiri sambil berjalan menghampiri teman-temanku yang sudah menyantap makanan di dalam. Kemudian aku kepikiran, betapa mudahnya kebahagiaan itu menular.



-SEEYOUU

When I See You (*)

Day 32 of 365




Day 138 of 366.

Dengan keadaan yang kayak gini tingkat disiplinnya masing-masing kita akan terlihat. Semua lini kehidupan juga sedang tidak baik-baik saja, banyak orang memperjuangkan banyak hal yang sama untuk tetap bertahan di tengah pandemi. Namun mungkin berbeda cara.

Disiplin dalam mencuci tangan dan menggunakan masker serta menjaga jarak itu yang utama.­

Yang satunya memperjuangkan hal tersebut. Namun yang satunya tidak sedikit juga yang acuh.

Bukan apa-apa.

Kadang masalahnya mereka yang tak acuh dengan disiplin ini adalah mereka yang(mungkin)berpengaruh. Influencer, kalau kata anak milenial.

Kalau berpengaruh, tentu mereka punya pengikut dan kebanyakan pengikutnya itu pasti anak-anak muda dong. Nggak mungkin kan generasi 60-an. Anak-anak muda itu generasi penerus bangsa.

Kalau pengikut sudah mengidolakan sudah bukan barang sulit untuk tidak mengaminkan dan percaya apa kata idolanya. Nah fatalnya, ada sang idola ini mengacuhkan bab cuci tangan.

Ia mengingkari guru-guru Paud dan TK yang menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat, salah satu yang paling populer yakni dengan mencuci tangan sebelum makan. Apalagi ucapannya tersebut dia lontarkan di tengah kondisi yang seperti saat ini.

Sudah tentu mendapat banyak respon menohok dari berbagai kalangan publik.

Aneh ya kenapa yang seperti ini malah viral, bukankah harusnya tutorial mencuci tangan pakai sabun sambil menyanyi happy birthday to you?



-SEEYOUU
When I See You (*)

Bebal




Day 137 of 366.

Tujuh tahun lebih enam belas hari.

Kamu hilang bersama aku yang memimpikanmu di setiap tidur malam.

Biasanya kamu duduk di pojok bangku restoran sambil membaca buku-buku kedokteran. Itu sudah kesukaanmu.

Kamu biarkan padahal sedang berhadap-hadapan. Seolah sengaja memberiku ruang agar puas memandang. Lantas tertawa lucu dengan lesung pipi yang menawan.

Minumanmu mulai dingin, udaranya juga.

Keadaan sedang tidak baik-baik saja, kamu masih tetap datang seolah-olah ingin menantang.

Kamu bilang angin kencang dan hujan bukanlah lawan. Pun badanmu basah kuyup dan kedinginan.

Memang sulit membuatmu menghapuskan cerita yang tak tuntas berjalan. Tetapi lebih sulit lagi memintamu menghancurkan harapan tentang masa depan yang di dalamnya ada kita.

Untuk apa? / Untuk apa?

Yang kamu tunggu sudah bilang tak mungkin pulang.

Bintang di langit malam itu cantik, tetapi hujan sukses membuatku kirik.

Pada hari kamu tidak terlihat dalam radar, risau kian utuh dan berdebar ke ntah yang berapa juta kalinya.

Selamat sukses membuatku tersenyum bersama luka. Letih dalam rasa yang masih sama dan mungkin ini memang saatnya.

Tujuh tahun lebih enam belas hari dan akan tetap merindukanmu.

Selalu.

 . . .


-SEEYOUU
When I See You (*)

Enam Belas Hari




Day 136 of 366.

Di bawah gelapnya langit Jakarta, aku tulis untuk seorang yang sering aku panggil ‘Hey Kamu’.

Mungkin hari ini atau nanti, aku akan sedikit merasakan sesal yang terlambat ku sadari. Tetapi sesal ini bukan karena kamu, melainkan sesalku karena banyak waktu yang ku buang untuk dia agar bersamaku.

Tenang saja. Aku tidak akan minta balasan darimu barang sedikit atau hampir menyamai apa yang sudah aku lalui.

Perhatian, kepedulian serta perasaan-perasaan yang rumit.

Lagian aku juga sudah berjanji untuk selalu menemani walaupun tak bisa jamin untuk menetap disisi. Iya, biarkan ini berjalan semestinya, toh aku sudah sampaikan dan kamu mengaminkan.

Jika kelak ku bukan aku mu, semoga kamu selalu tetap bisa bahagia, ya.

Kokohkan tulang punggungmu, kuatkan pijakanmu, dan jadilah tulang rusuk untuk melengkapinya. Semoga dengannya menjadikan kamu terbaik bagimu, baginya, dan mereka serta akan menua dalam bahagia.

Aku akan baik-baik saja.

Aku harap dia sejatimu akan membantumu dan menyayangimu. Akan terus bersama disisimu lebih baik dan lebih banyak daripada aku.

Karena bagiku kebaikan dan kebahagian untuk kamu harus nyata bukan fana semata.

Dari yang sering kamu panggil, 
aku.


. . .



-SEEYOUU
When I See You (*)

Tulisan Untuk Kamu





Day 135 of 366.

Nyatanya melakukan video grub call dengan semua anggotanya cowok itu nggak aneh kok.

Aku selalu dikelilingi teman-teman yang untungnya baik-baik orangnya. Rejekiku. Ada teman dimana-mana, guyon-guyon bareng bisa, melewati hari-hari selalu cerah, penuh senyum dan tawa. Menganggap semua enteng seperti tanpa beban, begitu kata kebanyakan teman yang memperhatikanku.

Aku beruntung bisa punya teman-teman yang seperti itu. Menjadikan keluarga kedua ketika aku jauh dari keluarga intiku.

Malam ini misalnya, mereka beramai-ramai menghubungiku untuk sekedar berhaha-hihi melalui sambungan video grub call. Banyak sekali yang diobrolin, mulai dari kim jong un, inflasi dunia, nilai tukar rupiah, bupati klaten, sampai serial kapten Ri loh! Eh nggak deng, boong 😁

Teman-temanku yang di Soekamtiland, Yogyakarta ternyata selama Ramadan ini mereka menyuplai makanan sendiri, akibat jalan-jalan dan gang-gang disana pada ditutupin katanya. Sedang didownload eh Lockdown.

Jadi, mereka membuat jadwal masak untuk berbuka dan sahur secara bergilir. Mereka memanfaatkan pantry yang ada disana untuk diberdayakan menjadi dapur umum yang digunakan untuk memasak 60-an porsi setiap jam berbuka puasa dan sahur. Sayang sekali, aku tidak dapat ikut mencicipi masakan chef-chef lulusan Yutub dan TikTok ini. sedih. 

Selain itu mereka juga bilang kalau ngantuk katanya obatnya cuma satu, tidur. Lagi-lagi aku dapat info berfaedah yang tidak kuduga dari mereka malam ini.



-SEEYOUU
When I See You (*)

Sepi Bersama