Day 132 of 366.

Ngabuburit hari ini aku mengagendakan untuk menonton serial Spongebob Squarepants. Aku mulai mengenal dan mengikuti serial ini sejak pertama kalinya Spongebob dan teman-temannya tayang di salah satu stasiun tv baru pada masa itu, global tv. Kalo salah tolong dikoreksi ya, jangan dibully.

Dari situ aku mulai berpikiran untuk memasukkan kota Bikini Bottom sebagai daftar kota yang harus ku kunjungi. Aku ingin merasakan nikmatnya Kraby Patty nya Krusty Krab. Apakah bisa mengalahkan The Lemmy nya Lawless yang masih menjadi juara sebagai burger terdelicious dilidah ndesoku.

Pengen juga mendapat jawaban langsung dari Squidward sang kasir Krusty Krab yang keliatannya tidak menyukai pekerjaannya di meja kasir berbentuk perahu tersebut, karena mimic yang selalu kurang bergairah pada setiap episode yang telah ku tonton. Padahal dia bergelimang duit loh di perkerjaannya tersebut.

Perihal semacam ini sepertinya sesuatu yang ada juga di society ku deh, namun banyak yang tidak mengakui. Golongan pekerja, bahkan kalangan eksekutif sekalian pun. Mungkin ada.

Lusa aku baru menemukan tanpa sengaja sebuah artikel dan kemudian membacanya. Di artikel itu dituliskan salah satu top reason penyebab seseorang tidak menikmati pekerjaannya adalah karena Praice Addiction.

Orang dengan praice addiction yakni orang yang kecanduan akan intensif, penghargaan, serta hal-hal yang memotivasi di luar dari diri sendiri.

Tapi masalahnya motivasi semacam ini telah dibangun dan dibiasakan sejak di masa sekolah. Aku ingat saat di kelas lima harus berlomba dengan murid lain untuk mendapatkan sebuah ‘bintang’ yang terpajang di depan kelas dengan tertulis namaku. Bahkan di sistem media sosial saat ini juga bergantung pada hal seperti like, subscribe, pengikut, dan lain sebagainya unyuk mengukur kesuksesan.

Squidward pun juga ingin mendapatkan apresiasi semacam itu dari impiannya sebagai pemain klarinet atau seorang seniman. Namun, dia tidak terlalu berani untuk mengejar mimpinya tersebut. Sehingga ya akhirnya harus bekerja pada Mr. Krab, seorang bos yang banyakan menyebalkannya ketimbang baik pada karyawannya.

Tapi yang bikin aku ngiri itu diluar pekerjaan si Squidward tau apa yang dia inginkan dengan dirinya sendiri. Sementara daku sering terjebak di dalamnya. Kamu juga?


 


-SEEYOUU
When I See You (*)

Hiduplah Squidward Raya




Day 131 of 366.

Mimpi diomongin orang, anak ini kecanduan banget sama kata-kata motivasi. Golongan orang yang suka banget dengan motivasi yang kata-katanya penuh semangat, bermutiara, diksi yang bijak, membangun dan mengairahkan.

Mungkin ini tidak lepas dari kebiasaanku dulu menyaksikan golden ways nya bapak salam super di setiap rabu malam. Sejam sebelum acaranya dimulai aja aku sudah menyegel remote tv. Tak jarang sambil ku siapkan membawa selembar kertas lengkap dengan penanya untuk berjaga-jaga bila perlu ada perkataan dari sang salam super untuk ku catat. Dengan harapan aku bisa mengingatnya, dan kemudian menerapkan ke dunia nyata dan menjadi anak muda yang positif, produktif serta berhasil sukses di usia mudanya.

Dasar anak belia yang kehausan motivasi.

Milenial dan gen Z sekarang-sekarang ini juga sedang rame-ramenya ngomongin motivasi tentang kesuksesan pada usia sebelum 30-an. Ya kan? Kayaknya iya.

Akhirnya banyak dijumpai sekarang ini akun-akun motivasi seperti itu, orang-orang jadi ngefollow akun tersebut dan menjadikan semacam kecanduan gitu dengan hal ini. Sampe pada titik menjalani hari ini itu kayak nggak hidup, nggak semangat gitu kalau nggak ndengerin, baca, ngeliat konten motivasi dari situ dulu.

Sampe dulu itu pernah berpikir ‘kok orang rumah nggak notice buat ngonsumsi kayak gini sih. Bagus lo padahal, didengarkan bisa sukses’.

Dan sekarang ditampar juga dengan pikiranku dulu itu, ‘ouh tidak segampang itu ferguso! Hahaha’

Anggapanku dulu kalau mendengar atau mengkonsumsi dari acara dan konten-konten motivasi seperti itu bisa bikin sukses ternyata tidak. Tidak seratus persen valid centang biru. Orang rumah sudah ada ditingkat atasku. Mereka sudah sampai pada tingkat ‘what next’ nya.

Ngonsumsi konten-konten motivasi semacam ini sebetulnya tidak ada jeleknya, niatnya sudah betul, sangat bagus. Tapi permasalahannya ada di ‘apa selanjutnya bro?’

Apa selanjutnya setelah selesai mengkonsumsi motivasi tersebut? Apa tindak lanjut setelah ini?

Apakah dengan hanya tetap menatap screen 5,5 inch dan merasakan ‘wah aku sangat termotivasi sekali’. Merakan bergairah, dengan semangat menggebu-gebu. Tapi tidak melakukan apa-apa.

Masih tetap goleran di kasur. Masih nyecroll tab expore untuk ngonsumsi konten inspirasi lain. Ah basi!




-SEEYOUU
When I See You (*)

Pecandu Motivasi





Day 130 of 366.

Ramadan sudah melewati hari ke limabelas, artinya bulan puasanya ini telah terlewati setengah perjalanan untuk menuju ke bulan kemenangan. Biasanya, pengalaman dari yang sudah-sudah ketika telah memasuki separo bulan gini semangat sahurnya mulai luntur tuh.

Hari ini sudah mulai seperti itu. Memang idealnya untuk sahur itu disunnahkan diakhir waktu.

Tapi nggak di waktu injury time juga, hadeuh…

Seringnya rencana sudah disiapkan matang-matang untuk bangun sahur, alarm disetel beruntun dimulai pukul 02:58 lanjut pukul 03:18 ditambah lagi pukul 03:29 dengan nada alarm yang paling bising biar bisa menyiapkan sahur dengan tenang tapi tetap aja terbangun saat beberapa menit menjelang imsak.

Kadang untuk mengakalinya aku sengaja tidur dengan posisi yang tidak nyaman. Dengan harapan tidurnya tidak terlalu pulas, jadi mudah terbangunnya. Konyol sih idenya, tapi terbukti di aku. Manjur.

Tapi siangnya malah ngantuk hahaha

Dengan penuh dramatis pernah beberapa kali sahur di waktu injury time, waktu diantara imsak menuju adzan subuh. Aku hanya punya waktu maksimal 10 menit lagi. Dengan kondisi nyawa masih terkumpul setengahnya, mata masih merem melek, kalau sudah begitu biasanya formasi andalanku di PES aku gunakan, 4-4-2, empat kali dikunyah, dua kali telen.

Selesai menyantap sahur ketika sayup-sayup tarhim terdengar di masjid. Nggak ada kumur-kumur, apalagi gosok gigi.

Bersyukur masih sempet sahur di waktu injury time seperti ini, dengan berharap semoga mendapat sunnahnya dibanding tidak sahur.



-SEEYOUU
When I See You (*)

Sahur Injury Time


silverqueen
Ingatan cokelat

Day 129 of 366.

Masih belum inget bagaimana kisahnya dimulai. Secara nggak sadar di masa kayak gini yang ngapa-ngapain ‘from home’ jadi suka bersih - bersih. Mulai dari mandi 3 kadang 4x sehari, beresin kamar 3x4 ku, isi tas ransel, isi lemari, pesan masuk di handphone dan kontak yang tersimpan dari nomor yang tidak bernama sampai abjad ‘Z’.

Nah, pas beresin kontak nyampe abjad ‘M’ sempat aku berhenti lama. Nama kontak tertulis Monyet.  Njuk tak eling-eling siapa sosok pemilik nomor yang tersimpan di kontak hp pemberian bapakku karena mau mewakili menghadiri hajatan, tahlilan di rumah tetangga. Kok iso-isone tak jenengi ‘Monyet’.

Karena susah bet orangnya kalo urusan nginget-nginget, aku beranikan mengiriminya pesan singkat ‘Hi.. Ini ***** ya?’ ke kontak tersebut. Yahhh monyet keyboardnya rusak cuma muncul bintang-bintang gitu. Gapapalah tetep bisa baca kan? coba pake mata batin.

Tidak lama menunggu ada pesan masuk. Nyet fast respon banget!

“Bukan, Kak! Kalau itu kan temen seangkatannya kakak.” Balasan di pesan singkatnya.

Loh kok? Sontak aku kelingan. Hhmm rasanya aku mulai mengetahui siapa pemilik kontak bernama Monyet di handphone kado hajatan ini.
. . . 


2012 yang diingat kembali,

Bel jam pelajaran terakhir barusan berbunyi sekaligus pertanda jam pulang sekolah. Karena hari sabtu, semua murid tidak langsung pulang. Mereka berkumpul di ektrakurikuler nya masing-masing.

Kebiasaanku yang setiap ada kesempatan selalu nongkrong di UKS, ntah jam istirahat/jam kosong/pulang sekolah, siang itu berbuah keberuntungan. Sewaktu keluar dari ruang UKS aku melihat sosok yang kurasa di kontak hp ku bernama Monyet itu sedang berkumpul di halaman sekolah dengan ekstrakurikuler yang dia ikuti.

“Halo... halo bandung!” teriakanku spontan.

“Hai, kak!” dia maen nyaut aja, kan aku lagi nyanyi.

Sambil mengambil sesuatu dari dalam tas ranselnya trus menghampiri aku yang sedang membuang sampah permen karet di tong sampah depan UKS.

“Kak, ini ada coklat buat kakak ya!” Dia nyodorin cokelat silverqueen dengan raut mukanya yang gumusss sambil menatapku. Hihhh jadi pengen mbawa pulang, masukin tas 😄

“Loh buat aku?” pura-pura kaget, karena pura-pura bahagia ku tak mampu

“Terimakasih ya”, trus aku bengong, plonga-plongo. Nggak tau kudu berbuat atau mengeluarkan kata apa lagi. Tapi, dalam hati mbatin sih kamu baik banget atau sebetulnya kamu kasihan ngelihat mukaku yang nggak pernah ngincipi silverqueen.

Waktu itu aku penikmat coklat Fonnut gaes, tau kan Fonnut? Murahhhh!! 😂
          
Ini cokelat Fonnut
Aku kagum kepadamu. Cokelat Fonnut!!!

Sampai sekarang aku belum tau apa udang dibalik cokelat silverqueen itu. Dan yoweslah aku biarkan menjadi tanda tanya aja. Kadang ada hal yang lebih baik kita tidak perlu tau. Betul? Betul!

Btw, seingetku silverqueen nggak langsung aku makan. Aku simpen berhari-hari, makannya pun segigit-segigit nggak langsung dilahap seharian gitu. Biar serasa ditemenin dia terus pikirku hahaha. kocak!

. . .


-SEEYOUU
When I See You (*)

Cokelat Paling Diingat




Day 128 of 366.

Seperti biasa, mungkin juga dialami anak-anak lain seperti aku. Sosok yang paling ditakuti di dalam keluarga adalah bapak. Soal ini kalian bisa sepakat dengan aku, bisa juga tidak. Karena memang tidak ada ketetapan pasti perihal harus siapa yang paling ditakuti di dalam struktur organisasi keluarga.

Sangat jarang sekali aku melakukan percakapan dengan bapak untuk urusan apapun, apalagi yang receh-receh semacam ngobrolin apa sih bedanya warna merah fanta sama magenta.

Untuk urusan yang lebih strategis dan taktis. Aku lebih memilih mewakilkan suaraku ke ibu dewan parlemen, ibuku maksudnya, ketimbang membicarakan langsung ke bapak. Kecuali, kalau mendapat surat panggilan langsung untuk bicara, aku baru berbincang langsung dengan bapak. Ya, sejarang itu ngobrol sama bapak.

Mungkin karena sejak kesan pertama aku dengan bapak adalah beliau sosok yang nggak banyak bicara, terlihat kereng, keputusannya sudah pasti final sangat mustahil bisa dinego.

Walaupun begitu, sedikit banyak, bapak memiliki andil yang besar dalam meng-influence-ku hingga aku ada dititik saat ini.

Bapak itu nggak mau nyama-nyamain sosoknya dengan anaknya. Karena bapak tidak sekolah dengan baik. Tidak sekolah dengan baik itu karena kesempatan bapak waktu itu berbeda dengan keadaan seperti aku sekarang ini. Dulu sodaranya bapak itu banyak, zaman setelah perang, mau sekolah itu sudah. Ada uang yang cukup buat makan aja dah seneng. Makanya dulu itu bisa sekolah adalah sebuah idaman.

Bapak pernah bercerita begitu. Makanya begitu punya anak, anaknya disuruh sekolah sing tenanan, biar nggak susah kayak bapakmu, le. Bapak itu bilangnya kowe kudu iso lebih, ketimbang orantuamu.

Aku memang nggak mau jadi bapak, jalan hidupnya itu beda banget dengan aku. Tapi beliau adalah idola yang sukses memberikan referensi yang bagus untuk anak-anaknya. Bapak nggak selalu memberikan contoh yang bagus karena ya bapakku juga manusia yang tak luput dari salah. Tapi sebagai idola, beliau seorang yang fatherhood, terus bisa memberikan referensi yang bagus bagi anak-anaknya dan membiarkan anaknya tumbuh belajar tanpa paksaan dengan caranya sendiri.

Bukan untuk menjadi seperti keinginannya, tapi menjadi diriku sendiri.



-SEEYOUU
When I See You (*)

Belajar Pada Bapak





Day 127 of 366.


Lengannya penuh dengan tattoo, telinganya dipersing. Jawab jujur apa yang pertama kali dipikiran mu?

 “Orang bertattoo mah bukan orang baik-baik pasti, preman, pasti nganggur!”

Begitu?

Kalau itu yang melintas di pikiran saat ngeliat objek seperti yang diatas, cuma mau bertanya, kenapa sih harus berburuk sangka ke orang yang tidak sama dengan normalnya kita? Tapi kalau di pikiran yang melintas adalah hal-hal positif soal itu, syukurlah. Berbaik sangka nggak nambah dosa.

Lama sudah aku ada di lingkungan dengan objek yang ada di awal kalimat tulisan ini. Orang yang lengannya penuh tattoo itu tidak ada jahat-jahatnya, tidak ada preman-premannya.

Seorang seniman super kreatif yang karyanya sudah dinikmati jutaan orang, movementnya untuk memberdayakan yang ada disekitarnya selalu jalan dan tak jarang justru didukung banyak pihak, membuka sekolah gratis untuk teman-teman yang tidak bisa ditampung minatnya oleh pendidikan pemerintah, memberikan semua ilmunya tanpa memberi lembar ijazah. Dia berkarya dan menjual karyanya bukan dari merugikan atau menyakiti orang lain.


Malu nggak udah mikir yang aneh-aneh?

Kadang gregeten sama secuil orang yang bisa-bisanya membenci, menghina, merendahkan, dan berprasangka buruk ke orang lain padahal belum pernah ketemu apalagi kenal secara langsung sama orang yang mereka benci, mereka hina, mereka rendahkan.

Untuk kamu yang dibenci sama secuil orang yang bener-bener belum kenal kamu, diemin aja orang-orang kayak gitu. Nanti kalau tau kenyataannya bahwa asumsi dia ternyata terbukti nggak benar, dia bakal malu sendiri.


Prasangka manusia itu ada dua jenisnya. Prasangka baik a.k.a khusnudzon dan prasangka buruk a.k.a su’udzon. Semoga kita termasuk orang-orang yang sering khusnudzon ketimbang su’udzon kepada setiap bab.




-SEEYOUU
When I See You (*)

Prasangka